Lintas7News.com – Korban tewas akibat serangan aparat keamanan Myanmar kepada massa pedemo yang menentang kudeta pada akhir pekan lalu bertambah menjadi delapan orang.
Sebanyak tiga orang meninggal saat berdemo di Kota Wetlet, kemudian dua orang meninggal dalam demo di dua kota di Provinsi Shan.
Kemudian seorang pedemo tewas ditembak aparat keamanan di kota tambang batu giok, Hpakant. Sementara di Kota Yangon dan Mandalay masing-masing ada satu orang pedemo yang meninggal ditembak aparat.
Dilansir dari CNNindonesia.com – Di beberapa kota, para pedemo terlibat bentrok dengan aparat keamanan. Sedangkan menurut laporan sejumlah markas tentara dan kantor polisi diserang bom rakitan.
Menurut Perhimpunan untuk Bantuan Tahanan Politik Myanmar (AAPP), jumlah korban meninggal dalam bentrokan antara pedemo dan aparat keamanan sampai saat ini mencapai 759 orang.
Aksi demonstrasi pada akhir pekan lalu yang digelar serentak di sejumlah kota di Myanmar disebut sebagai salah satu yang terbesar, sejak unjuk rasa menentang junta militer yang digelar selepas kudeta pada 1 Februari lalu.
Kondisi di Myanmar sampai saat ini masih bergejolak. Aksi kekerasan aparat keamanan terhadap warga sipil terus terjadi, meski Panglima Angkatan Bersenjata, Jenderal Min Aung Hlaing, menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pada 24 April lalu di Jakarta.
Aksi unjuk rasa pada akhir pekan lalu tidak hanya terjadi di Myanmar, tetapi juga dilakukan di berbagai negara lain di dunia.
Pada akhir pekan lalu dilaporkan ada sebelas kali ledakan di dalam kurun waktu 36 jam. Sebagian besar ledakan yang diduga adalah bom rakitan itu terjadi di Yangon.
Stasiun televisi dan radio pemerintah yang pro junta menyatakan serangan itu dimaksudkan untuk membuat Myanmar semakin tidak stabil.
Akibat gejolak yang terus terjadi, Myanmar diperkirakan bisa terancam berada dalam jurang kemiskinan. Sebab, aksi demo dan sikap aparat keamanan yang agresif mengganggu dunia usaha hingga industri.
(CNNIndonesia/RI)