Lintas7News.com – Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi mengaku tidak berniat bertemu Presiden Amerika Serikat Joe Biden, bahkan ketika mereka terlibat negosiasi menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.
Hal tersebut diungkapkan Raisi ketika ditanya kemungkinan bertemu Biden jika pembicaraan nuklir berhasil membuat AS mencabut semua sanksi terhadap Iran.
“Tidak,” kata Raisi, Senin (21/6).
Raisi sendiri menyatakan mendukung pembicaraan antara Iran dan enam kekuatan dunia untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
Dilansir dari CNNIndonesia.com – Dalam konferensi pers pertama sejak memenangkan pilpres, ulama garis keras itu mengatakan prioritas utamanya adalah meningkatkan hubungan dengan tetangga di Teluk Arab, seraya menyerukan saingannya di kawasan, Arab Saudi, untuk segera menghentikan intervensi di Yaman.
Pria 60 tahun itu merupakan seorang kritikus Barat. Raisi termasuk dalam kubu ultrakonservatif yang tidak percaya Amerika Serikat. Ia bahkan kerap menganggap AS sebagai “Setan Besar”.
Raisi juga merupakan salah satu oposisi Presiden Hassan Rouhani selama ini, yang memiliki pendekatan lebih moderat terhadap bangsa Barat, terutama AS.
“Kami mendukung negosiasi yang menjamin kepentingan nasional kami. Amerika harus segera kembali ke kesepakatan dan memenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan itu,” kata Raisi.
Negosiasi telah berlangsung di Wina sejak April untuk menjajaki kemungkinan Iran dan Amerika Serikat dapat kembali mematuhi pakta nuklir. AS sendiri keluar dari perjanjian itu pada 2018 setelah Donald Trump menarik diri lalu menerapkan kembali sanksi terhadap Iran.
Iran kemudian melanggar batas kesepakatan pengayaan uranium, yang dirancang untuk meminimalkan risiko mengembangkan potensi senjata nuklir. Namun Teheran telah lama membantah memiliki ambisi semacam itu.
Raisi mengatakan kebijakan luar negeri Iran tidak akan terbatas pada kesepakatan nuklir. Dia menegaskan bahwa semua sanksi AS harus dicabut dan diverifikasi oleh Teheran.
Pejabat Iran dan Barat sama-sama meyakini naiknya Raisi tidak akan mengubah sikap negosiasi Iran dalam pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir. Sebab, keputusan akhir semua kebijakan utama Iran ada di tangan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
(CNNIndonesia/RI)