Lintas7News.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menolak mentah-mentah program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang digadang-gadang menjadi jaminan sosial untuk buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sikap tersebut sejalan dengan penolakan dasar hukum JKP, yakni UU Cipta Kerja yang saat ini berstatus inkonstitusional bersyarat.
“Partai buruh menolak JKP karena dasar hukum JKP sudah kami tolak dari awal, yaitu dasar hukumnya Omnibus Law,” tutur Said dalam konferensi pers daring, Selasa (22/2).
Dilansir dari CNNIndonesia.com – Said menilai proses perbaikan UU Cipta Kerja yang masih berlangsung seharusnya menghentikan kebijakan yang bersifat strategis di bawah uu sapu jagat itu. Masuk dalam program strategis, dia menyebut seharusnya JKP tidak diluncurkan.
“Dalam amar keputusannya MK diktum nomor 7 mengatakan menunda menangguhkan keputusan atau kebijakan bersifat strategis, serta melarang mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang baru itu jelas,” terang dia.
Selain itu, ia mengatakan JKP diluncurkan dengan dana Rp6 triliun dari APBN. Menurut dia, kucuran dana APBN tersebut bertentangan dengan amar keputusan MK.
“Menurut pandangan kami terjadi ketidaktamatan pada azas hukum. UU-nya belum dibahas, baru masuk Prolegnas, tapi kenapa kemudian sudah dijalankan programnya? Bagaimana pertanggung-jawaban anggaran?” imbuh dia.
Sebagai ganti JKP, Said mendesak pemerintah menggulirkan program asuransi pengangguran (unemployment insurance) untuk pekerja kena PHK. Menurut dia, program tersebut lebih lazim secara Internasional sesuai konvensi Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO.
“Kalau asuransi pengangguran, sumber pendanaannya jelas dan berkelanjutan bisa dari pajak, APBN, bisa juga melalui iuran pengusaha dan buruh saat bekerja,” tuturnya.
Said pun mengkritik sumber pendanaan JKP yang dinilainya tak jelas. Pasalnya, walau tak diminta iuran lebih tapi nyatanya anggaran berasal dari rekomposisi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang ujung-ujungnya bersifat subsidi silang.
Sebagai informasi, iuran JKP ditetapkan sebesar 0,46 persen dari upah pekerja yang berasal iuran yang dibayarkan pemerintah sebesar 0,22 persen, rekomposisi JKK 0,14 persen, dan rekomposisi Jaminan Kematian (JKM) sebesar 0,1 persen.
“Direksi BPJS (Ketenagakerjaan) terancam 8 tahun dipenjara jika menggunakan subsidi silang atau dalam UU Omnibus Law disebut rekomposisi. Jadi kami tolak rekomposisi,” tutupnya.
(CNNIndonesia/RI)