Yogyakarta – Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, memutuskan untuk “puasa bicara” selama setahun guna menghindari kesalahan saat berbicara di depan publik.
“Kira-kira setahunlah (puasa bicara), saya belajar dulu. Semua yang permulaan khan sulit ya. Harus belajar dulu, mengamati-amati dulu,” kata dia, saat menolak permintaan wawancara sejumlah awak media di Kompleks Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Sabtu.
“Nanti rencananya kalau ada gini (wawancara) harus pakai draft agar saya tidak kepleset-lah. Ini demi kebaikan republik,” kata dia.
Selaku kepala BPIP, ia juga mengaku telah mendapat imbauan dari DPR agar menggunakan naskah tertulis yang disiapkan humas sebagai panduan saat menyampaikan pernyataan di depan publik.
“Itu yang namanya kalau dalam Islam amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf itu DPR memerintahkan kepada saya melakukan yang baik-baik. Kalau di depan publik pakai draft gitu, pakai humas kaya gitu jadi subjektivitas saya tidak terlalu menonjol,” kata dia.
“Yang dibilang munkar ya tadi. Kalau kepleset ngomong khan munkar, dalam arti luas. Jadi saya terima ini sebagai nasihat,” kata dia.
Ia sedianya dijadwalkan berbicara sebagai salah satu narasumber dalam acara “Dialog Kebangsaan dan Launching Buku Ulama dan Negara Bangsa” di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada Sabtu (29/2).
Namun, saat menyampaikan pidato sambutan, ia menolak dan memilih berbicara hanya sebagai mantan rektor kampus itu.
“Saya tidak bisa jadi narasumber karena saya takut nanti keluar kalimat-kalimat yang bisa lain. Aku lagi dilatih ‘puasa ngomong’,” kata dia, dalam acara yang juga dihadiri Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM, Mahfud MD.
“Saya belajar dulu bagaimana Pak Mahfud ngomong di publik. Saya perhatikan dulu, baru saya ngomong di publik,” kata dia disambut tawa hadirin.
Selaku kepala BPIP, dia sebelumnya sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan menyebut bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama, bukannya kesukuan.
Pernyataan itu mengundang reaksi beberapa pihak, termasuk Majelis Ulama Indonesia yang mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencopot dia dari jabatan kepala BPIP.
Melalui Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Benny Susetyo, dia mengklarifikasi pernyataan itu tidak bertujuan mempertentangkan antara agama dan Pancasila.
Menurut Romo Benny, pernyataan itu mengacu pada kelompok yang mengatasnamakan agama tertentu dan membenturkan dengan nilai-nilai Pancasila.
“Yang saya maksud adalah bahwa Pancasila sebagai konsensus tertinggi bangsa Indonesia harus kita jaga sebaik mungkin,” kata Wahyudi, seperti dikutip Romo Benny. (ANT/YOG)