Lintas7News.com – Sejumlah partai oposisi maupun koalisi pemerintah mengkritik Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT). Dalam aturan itu dana JHT baru dapat dicairkan saat pegawai berusia 56 tahun.
Dalam aturan yang lama, pemerintah mengatur manfaat JHT bisa langsung diberikan kepada peserta yang mengundurkan diri dan dibayarkan secara tunai setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.
Dari oposisi, Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS, Netty Prasetiyani menyatakan aturan baru Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah itu mencederai kemanusiaan.
Netty pun meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut.
“Muatan permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi,” kata Netty, Sabtu, 12/2.
Netty menyebut sejumlah pasal dalam peraturan tersebut memperlihatkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi Covid-19 yang telah membuat banyak pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya?” katanya.
Sementara Anggota Komisi IX DPR Fraksi PDIP, Rahmad Handoyo menyatakan aturan baru tersebut semestinya juga memuat opsi yang memungkinkan JHT bisa dicairkan sebelum usia 56 tahun.
Menurutnya, opsi tersebut memuat ketentuan pada situasi-situasi tertentu, seperti pekerja kena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga meninggal dunia sebelum usia 56 tahun.
Politikus PDIP itu pun mendesak pemerintah membuka ruang dialog dengan para pekerja untuk mengevaluasi aturan itu.
“Saran saya, didiskusikan dengan pekerja. Lalu semestinya ada opsi kalau berhenti, meninggal dunia, kalau di-PHK, kalau sudah tidak bekerja tempat naungan pekerja itu tentu uang itu tidak harus menunggu 56 tahun,” kata Handoyo.
Gerindra Desak Cabut Permenaker soal JHT
Ketua Fraksi Gerindra DPR Ahmad Muzani mendesak Ida mencabut aturan baru tersebut. Muzani mengatakan dana JHT merupakan harapan utama buruh maupun pekerja kantoran. Uang tersebut menjadi modal usaha bagi mereka yang sudah berhenti bekerja.
“Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut karena di masa pandemi Covid-19 ini, tunjangan JHT yang telah dikumpulkan BPJS menjadi sandaran utama bagi para pekerja baik buruh pabrik ataupun perkantoran,” kata Muzani dalam keterangan resminya, Senin (14/2).
Muzani mengingatkan uang JHT menjadi tumpuan kaum pekerja yang menjadi korban PHK. Menurutnya, jutaan pekerja telah dipecat sejak pandemi Covid-19 melanda tanah air.
Mereka, kata Muzani, sulit mencari pekerjaan karena kehadiran angkatan kerja baru. Akhirnya, korban PHK menggunakan uang JHT sebagai modal usaha mikro kecil menengah (UMKM).
“Jadi jelas, kebijakan dari Permenaker ini tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi,” sentil Muzani.
Kritik juga datang dari Ketua DPR Puan Maharani. Ketua DPP PDIP itu meminta agar Permenaker 2/2022 ditinjau ulang. Puan mengingatkan pemerintah agar melibatkan semua pihak dalam membahas aturan pencairan JHT, termasuk perwakilan buruh dan anggota parlemen.
“Dalam membuat kebijakan, Pemerintah harus melibatkan partisipasi publik dan juga perlu mendengarkan pertimbangan dari DPR,” kata Puan dalam keterangan resmi yang CNNIndonesia.com terima, Senin (14/2).
Dilansir dari CNNIndonesia.com – Puan menyebut kebijakan yang tertuang dalam Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua itu memang sesuai peruntukan. Namun, menurut Puan, aturan tersebut tidak sensitif pada kondisi masyarakat.
“Kebijakan itu sesuai peruntukan JHT, namun kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat khususnya para pekerja,” ujarnya.
Menaker Ida Fauziyah merespons kritik bertubi terhadap kebijakannya. Menurut dia, kebijakan tersebut sejalan dengan tujuan JHT, yaitu melindungi peserta saat menginjak masa tua dan tidak lagi produktif. Jika dapat dicairkan saat usia produktif, maka program tak sesuai dengan tujuan perlindungan hari tua.
“Sejak awal program JHT ini dipersiapkan untuk jangka panjang, karena jangka pendek sudah ada. Untuk pekerja mengalami situasi, seperti kecelakaan, cacat permanen, meninggal dunia, ter-PHK, atau pindah ke luar negeri, semua sudah memiliki hak jaminan sosial dengan ketentuan khusus. Apabila manfaat JHT kapan pun bisa dilakukan klaim 100 persen, maka tentu tujuan JHT tak akan tercapai,” jelasnya lewat rilis pada Senin (14/2).
(CNNIndonesia/RI)