Hizbullah Luncurkan Roket Grad Pertama Kalinya, Usai Israel Tewaskan Wanita dan Anak Di Lebanon

Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, beri ancaman bahwa setiap kematian warga sipil di Lebanon akan mengakibatkan kematian lain di seberang perbatasan. (Sumber pixabay@ThePixelman)

Bagikan Melalui

LINTAS7NEWS –  Pimpinan tertinggi kedua Hizbullahberi peringatan terbaru. Lewat milisi  kuat yang didukung Iran di Lebanon itu mengatakan pembunuhan yang dilakukan  Israel ke warga sipil di Gaza akan berisiko menimbulkan perang yang lebih luas di Timur Tengah.

Saat diwawancara, Sheikh Naim Qassem mengatakan perkembangan yang kini terjadi sangat serius dan berbahaya. Menurutnya, tidak ada yang bisa menghentikan dampaknya ke depan.

“Bahayanya nyata,” tegasnya, dikutip Kamis (9/11/2023).

“Karena Israel meningkatkan agresinya terhadap warga sipil dan membunuh lebih banyak perempuan dan anak-anak. Apakah mungkin hal ini terus berlanjut dan meningkat, tanpa membawa bahaya nyata ke wilayah tersebut? Saya kira tidak,” tambahnya dalam sebuah wawancara di Beirut.

Sheikh Naim menegaskan eskalasi apa pun akan terkait dengan tindakan Israel. Setiap kemungkinan, ujarnya, pasti ada responsnya.

Baca Juga : Kabar Terkini! Israel-Hamas Beberapa Jam Lalu

Perlu diketahui, Hizbullah sendiri adalah kekuatan politik dan militer terbesar di Lebanon. Namun Inggris, Amerika Serikat (AS) dan Liga Arab menggolongkannya sebagai organisasi teroris.

Sampai kini, Hizbullah hanya menanggapi perang di Gaza dengan peringatan peringatan. Kelompok ini disebut berhati-hati mengkalibrasi tindakan mereka.

Ketika serangan yang dilakukan Israel menewaskan seorang wanita dan tiga anak di Lebanon selatan pada hari Minggu, pertama kalinya Hizbullah gunakan roket Grad dalam konflik itu untuk membalas serangan tersebut, yang kemudian ini  menewaskan seorang warga sipil Israel.

Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah, beri ancaman bahwa setiap kematian warga sipil di Lebanon akan mengakibatkan kematian lain di seberang perbatasan. Namun dia tidak mengancam Israel dengan “perang habis-habisan”.

Bukan Cuma 7 Oktober

Dalam wawancara itu juga Sheikh Naim Qassem juga menegaskan dimana masalah yang terjadi antara

Israel dan Palestina bukan hanya terjadi 7 Oktober. Ia menyebut serangan tersebut sebagai respons yang tidak dapat dihindari terhadap pendudukan Israel atas tanah Palestina selama puluhan tahin.

“Mengapa kita tidak melihat apa yang telah dilakukan Israel di Gaza,” katanya.

“Mereka membunuh warga sipil dan menghancurkan rumah-rumah,” tambahnya.

Sebelumnya pada tahun 1948, PBB membuat resolusi 181. Organisasi global itu kemudian mengadopsi membagi Palestina menjadi dua negara dan satu wilayah internasional, negara Palestina, Israel, dan wilayah Yerussalem.

Namun hal ini tak kunjung terealisasi. Bahkan Kini perang  semakin menjadi di antara dua wilayah.

Baca Juga : Honorer Resmi Dihapus Usai Jokowi Teken UU ASN 2023

Perjanjian Oslo pada tahun 1993 juga mencoba memediasi. Otoritas Palestina, PLO mengakui Israel berdasarkan solusi dua negara dan secara efektif menandatangani perjanjian yang memberi Israel kendali atas 60% Tepi Barat, serta sebagian besar sumber daya tanah dan air di wilayah tersebut.

Perjanjian itu seharusnya akan memberikan pemerintah Palestina terpilih pertama, menjalankan negara merdeka di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibu kotanya di Yerusalem Timur. Namun faktanya janji kesepakatan itu tidak pernah terjadi.

Ancaman Terbesar Perusahaan Global-Selat Hormuz Tutup

Sebelumnya, perang yang terjadi di sejumlah wilayah dunia- termasuk Gaza- telah menjadi fokus perhatian para CEO perusahaan-perusahaan besar saat ini. Hal ini diungkapkan oleh direktur think tank kebijakan luar negeri Atlantic Council, Frederick Kempe, dalam dialog bisnis CNBC Global Evolve, pekan lalu.

Secara rinci, ia menjelaskan, empat tahun pertama peristiwa dalam dekade terakhir ini telah menimbulkan guncangan eksternal. Mulai dari peristiwa Covid-19, penarikan pasukan AS di Afghanistan yang kemudian melemahkan posisi AS di dunia.

Belum lagi, invasi Rusia di Ukraina. Dan, terakhir, kini pecahnya perang antara Israel dan Hamas.

“Setiap CEO, semua bank yang saya ajak bicara, mempertimbangkan geopolitik dalam pemikiran mereka dengan cara yang tidak dilakukan lima tahun lalu,” katanya.

“Tidak ada yang mengatakan hal itu tidak akan mempengaruhi bisnis. … Geopolitik mulai memasuki ruang rapat dengan cara yang belum pernah saya alami sebelumnya,” tambahnya.

Dalam laporan lain, perang melebar bisa membuat Selat Hormuz terganggu. Perairan ini adalah titik transit minyak terpenting di dunia, tempat sekitar seperlima produksi minyak global mengalir setiap harinya.

Kekhawatiran paling utama adalah pembalasan Israel terhadap Iran, yang menjadi sumber dana dan senjata proksi-proksi. Menurut prediksi Bank of America baru-baru ini, Iran bisa saja menutup selat tersebut, sehingga mendorong harga minyak hingga di atas U$250 per barel. **

(NB)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.