Jakarta – India memulai program yang mereka sebut-sebut sebagai vaksinasi Covid-19 terbesar di dunia pada Sabtu (16/1). Negara dengan populasi terbesar kedua di dunia ini akan menyuntikkan vaksin kepada 300 juta orang dari total 1,3 miliar warga pada Juli mendatang.
Dilansir dari CNNIndonesia.com Perdana Menteri India, Narendra Modi, meluncurkan langsung program tersebut melalui acara virtual. Di hari pertama, 300 ribu orang akan menerima vaksin perdana dari dua dosis yang nantinya bakal diberikan.
Pada tahap ini, India memprioritaskan petugas kesehatan, orang berusia di atas 50 tahun, dan mereka yang dianggap berisiko tinggi.
Pihak berwenang mengatakan bahwa mereka akan memanfaatkan pengalaman dalam Pemilu dan program imunisasi anak dalam meluncurkan program ini.
Namun, program ini sangat riskan bagi India sebagai negara berkembang yang memiliki sistem transportasi dan jaringan lemah. Tak hanya infrastruktur logistik, sistem kesehatan India juga merupakan salah satu yang terlemah di dunia.
Satyajit Rath dari National Institute of Immunology mencontohkan kekurangan tempat penyimpanan vaksin sebagai salah satu kendala program ini.
Kedua vaksin yang disetujui harus disimpan di lemari es setiap saat. Sementara itu, vaksin lain yang tengah dikembangkan juga harus disimpan pada suhu sangat rendah.
India sendiri sudah mempersiapkan puluhan ribu alat pendingin, termasuk 45 ribu kulkas berlapis es, 41 ribu lemari pendingin dalam, dan 300 lemari es tenaga surya.
Namun, kekhawatiran datang kala pada latihan baru-baru ini, seorang pekerja kesehatan di pedesaan Uttar Pradesh terlihat mengangkut boks kecil di setang sepedanya.
Kecemasan lain juga muncul karena pemerintah New Delhi akan melancarkan program secara digital lewat aplikasi buatan lokal, CoWIN, yang telah memiliki beberapa versi palsu.
Dengan penggunaan aplikasi ini, jaringan internet di India yang belum merata juga menjadi kendala.
Jaringan internet yang belum merata menjadi masalah lain yang dihadapi. Selain itu, pihak berwenang juga perlu memastikan dosis vaksin tidak raib dan berakhir dijual di pasar gelap besar obat India.
India sendiri saat ini merupakan salah satu negara dengan tingkat infeksi Covid-19 tertinggi dengan 150 ribu orang meninggal.
Meski tingkat infeksi baru menurun secara tajam dalam beberapa bulan terakhir, tetapi para ahli khawatir gelombang baru akan melanda, dipicu serangkaian festival keagamaan massal baru-baru ini.
Sementara itu, sebagian warga bersikap skeptis terhadap vaksin karena penyebaran hoaks dan rumor tak berdasar di internet.
Minoritas Muslim India bahkan diduga sengaja menyebarkan rumor virus dengan tagar seperti #CoronaJihad. Ada pula yang menyebut pandemi tersebut sebagai penutup rencana untuk menanamkan microchip yang dapat dilacak.
Sebuah survei terbaru yang dilakukan kepada 18 ribu orang di seluruh India menemukan bahwa 69 persen tidak terburu-buru untuk mendapatkan suntikan Covid-19.
“Saya memilih menunggu dan memantau bagaimana hasilnya dengan pekerja nakes yang divaksinasi lebih dulu,” kata Bankir Sushma Ali (54) kepada AFP.
Sikap tersebut tak mengherankan. Pasalnya, persetujuan vaksin raksasa India, Bharat Biotech Covaxin, tak disertai data percobaan manusia tahap 3.
Sementara itu, vaksin lain yang akan diberikan persetujuan adalah Covishield, vaksin versi AstraZeneca dan Universitas Oxford yang dibuat oleh Institut Serum India, produsen vaksin terbesar di dunia.
“Saya kira ini semua sangat mencurigakan. Biar politikus yang mendapatkan vaksin dulu,” kata seorang ibu rumah tangga Prerna Srivastava (41).
(CNN/ZA)