Jalan Panjang Pembahasan RKUHP Sepanjang 2015-2022

Nasional560 Dilihat
banner 468x60

Lintas7news.com – Pemerintah lewat Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) resmi menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke DPR pada Rabu (6/7). Namun, RKUHP belum disahkan.
Draf RKUHP telah melewati perjalanan panjang pembahasan dengan berbagai pihak. Berdasarkan linimasa yang dilansir Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Kamis (7/7), berikut perjalanan draf RKUHP dari tahun 2015 sampai 2022.

21 Januari 2015
RKUHP pertama berisi 786 pasal yang masih menuai banyak kontroversi. Dalam draf ini, pasal 264 yang mengatur penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden masih dijerat dengan lima tahun penjara.

25 Februari 2015

Direktorat Jenderal Peraturan & Perundang-undangan Kementerian Hukum Dan HAM (DJPP Kemenkumham) mengeluarkan RKUHP versi pemerintah disertai naskah akademik.

5 Juni 2015
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Surat Presiden kepada DPR untuk melakukan pembahasan RKUHP.


November 2016
DPR sempat membahas beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) dengan pemerintah. Beberapa DIM itu sempat ditunda untuk dibahas, salah satunya terkait tindak pidana terhadap martabat presiden dan wakil presiden.

Februari 2018
Draf yang tersiar masih memuat beberapa pasal kontroversial seperti penghinaan presiden dan larangan pengguguran kandungan atau aborsi. Lewat pasal 530, aborsi dilarang untuk semua perempuan tanpa terkecuali korban perkosaan.

28 Mei 2018

Pihak pemerintah melakukan pembahasan salah satunya menambahkan ayat pada pasal soal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden menjadi delik aduan.

September 2019
Dalam draf yang telah siap disahkan ini, DPR dan pemerintah menyepakati RKUHP berisi 628 pasal. Lewat pasal 218 tentang penghinaan presiden dapat dipidana tanpa melalui delik aduan. Dengan demikian, siapapun bisa melaporkan penghinaan terhadap presiden. Namun, ancaman pidana dari pasal ini telah berkurang menjadi penjara paling lama tiga tahun enam bulan.

Dilansir dari CNNIndonesia.com – RKUHP sempat melewati pengesahan Tingkat I namun ditunda oleh Presiden Jokowi untuk naik ke pengesahan Tingkat II atau Rapat Paripurna. Penundaan ini merupakan imbas dari ramainya penolakan masyarakat dan demo besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa lewat tajuk ‘Reformasi Dikorupsi’.

Sementara itu, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengkritik kilat dan tertutupnya pembahasan RKUHP pada masa sidang kala itu.

Selain menyoal pasal penghinaan presiden, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengkritik 24 isu krusial yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat seperti aturan kohabitasi, penodaan agama, aborsi, penggunaan hukum adat, contempt of court, dan banyak lainnya.


Sepanjang 2021-2022 draf terbaru RKUHP sulit diakses. Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej mengaku draf itu masih dibenahi dan disinkronisasi.

Dari 24 isu krusial yang menjadi sorotan masyarakat sipil, pemerintah hanya membahas akan membahas ulang 14 isu di antaranya.

6 Juli 2022
Pemerintah resmi menyerahkan draf RKUHP kepada Komisi III DPR. Draf ini berisikan 632 pasal. Eddy menerangkan ada penyempurnaan yang meliputi tujuh hal terkait 14 isu krusial, yaitu terkait ancaman pidana, bab tindak pidana penadahan, penerbitan dan percetakan, harmonisasi dengan UU di luar RKUHP, sinkronisasi batang tubuh dan penjelasan, teknik penyusunan, dan tipo.

Eddy mengatakan tim pembahasan RKUHP telah mengkaji dan menyesuaikan isu krusial RKUHP yaitu the living law atau hukum pidana adat, pidana mati, penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, menyatakan diri dapat melakukan tindak pidana karena memiliki kekuatan gaib, unggas dan ternak yang merusak kebun yang ditaburi benih, tindak pidana contempt of court, serta penodaan agama.

Kemudian, advokat curang, penganiayaan hewan, kontrasepsi, penggelandangan, aborsi, perzinaan, serta tindak pidana kesusilaan dan terhadap tubuh.

(CNNIndonesia/NB)


banner 336x280
Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *