Jakarta – Polisi sempat menyerukan pembubaran terhadap puluhan ribu mahasiswa yang turun kre jalan menuntut mundurnya Perdana Menteri Thailand , Prayut Chan-o-cha, di depan kantornya, Sabtu (19/9). Tapi massa tak acuh seruan polisi.
Puluhan, bahkan diprediksi ratusan ribu demonstran menggeruduk ‘government house’. Tak hanya menyerukan PM mundur, massa juga menuntut dihapuskannya hukum yang melarang kritik terhadap keluarga kerajaan. di kutip dari cnnindonesia.com (19/9/2020)
Dilansir Bangkok Post, saat ini massa sudah berhadap-hadapan dengan polisi antihuru hara. Polisi mengklaim seruan demo bubar lantaran massa tak mengantongi izin berunjuk rasa. Polisi meminta massa bubar dalam waktu tak kurang dari satu jam.
Massa tak terima, terlebih polisi memasang pagar pembatas untuk para demonstran masuk merangsek halaman kantor PM Prayut. Saat menyampaikan perintah pembubaran, para demonstran bahkan mencabut kabel mikropon aparat keamanan.
Para demonstran hingga saat ini terus mendesak polisi agar bisa masuk ke Sanam Laung-sebuah taman di kompleks kerajaan Thailand.
Dalam sebuah pernyataan bersama, para demonstran menyatakan bahwa Sanam Laung dulunya adalah ruang publik, dan baru sekarang menjadi tertutup. Hanya orang-orang kerajaan yang bisa ada di sana.
“Saatnya menduduki dan merebutnya kembali,” bunyi pernyataan tersebut.
Polisi menutup semua akses ke Sanam Laung. Beberapa demonstran pun makin marah, bahkan ada yang mencoba unuk memanjat pagar untuk bisa masuk ke dalam.
Demonstrasi yang disebut-sebut terbesar dalam sejarah monarki Thailand kali ini diorganisir oleh mahasiswa Universitas Thammasat Bangkok, sebuah kelompok yang paling vokal tentang peran keluarga kerajaan.
“Kami berjuang untuk lebih banyak demokrasi. Rencananya bukan untuk menghancurkan monarki, tetapi untuk memodernisasi, menyesuaikannya dengan masyarakat kita,” kata Panusaya Sithijirawattanakul, aktivis mahasiswa terkemuka pada Jumat (18/9) malam, mengutip AFP.(*)