LINTAS7NEWS – Terdapat 351 unit usaha yang mengindikasi sumber polusi udara di Jabodetabek, hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar.
Disebutkan bahwa 351 unit usaha tersebut salah satunya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Hal itu Siti sampaikan dalam rapat bersama Komisi IV DPR, Jakarta, Kamis (31/8).
“Kalau di dalam catatan kita ada 351 unit usaha termasuk PLTD,” kata Siti.
Siti menyatakan dari 351 unit usaha yang terindikasi, pemerintah memprioritaskan 161 unit usaha untuk diawasi. Oleh sebab itu, dia menargetkan pemeriksaan terhadap 161 unit usaha akan selesai dalam lima pekan ke depan.
Dia mengaku sudah menyampaikan hal tersebut kepada Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani selaku Ketua Satgas Penanganan Udara.
“Yang prioritas harus ditangani 161. Dan ini saya minta Pak Dirjen selesaikan dalam waktu lima minggu dari tanggal 28 kemarin,” ujarnya.
Dikatakan juga oleh Siti, pemeriksaan oleh satgas penanganan polusi udara yang diketahui rasio ini menghasilkan 11 dari 18 unit usaha telah dijatuhi sanksi administrasi.
Dia mengungkapkan pengawasan yang telah dilakukan lebih banyak di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Sebab, kualitas udara di wilayah tersebut konsisten buruk.
“Kami bersama Pemda DKI mengamati betul kok lubang buaya selalu tidak sehat. Dirjen Gakkum mempersiapkan operasi lapangan melihat 48 PLTU dan PLTD yang independen,” ujarnya.
“Kalau PLTU jelas karena sudah ada laporannya, PLTD kita pelajari. Kita pelajari bersama pemda se-jabodetabek, sehingga kita punya pemetaan sumbernya dari mana,” imbuhnya.
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menerapkan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) untuk mengurangi polusi udara. Namun, kebijakan tersebut dinilai tidak mampu memperbaiki kualitas udara di Jakarta.
Analyst Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) Katherine Hasan menilai kebijakan itu tidak menyentuh akar permasalahan polusi udara. Dia menyebut pemprov seharusnya fokus dalam mengatasi sumber-sumber utama polusi udara di Jakarta.
“Akar permasalahan polusi udara di Jakarta tidak bisa direduksi hanya pada satu sumber saja, seperti perjalanan pulang-pergi. Misalnya, tidak ada penurunan polusi yang terukur selama WFH,” kata Katherine dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/8).
“Pengurangan volume lalu lintas lainnya tidak menghasilkan penurunan tingkat PM2.5 secara nyata, hal ini menunjukkan bahwa pengurangan perjalanan dan mengemudi secara lokal tidak akan menyelesaikan masalah,” lanjutnya.**
(RI)