LINTAS7NEWS – Takdir keadilan tak kenal waktu, dan KPK hadir sebagai pelopor integritas. Dengan tangan yang teguh, mereka mengusut lorong-lorong kelam gratifikasi dan pencucian uang. Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara, menjadi saksi atas keadilan yang tak terelakkan.
Dalam langkah teguh menuju kebenaran, tim penyidik KPK tak pernah berhenti. Dalam satu minggu terakhir, mereka kembali menggeledah, kali ini hingga ke Samarinda, Kalimantan Timur. Dengan teliti dan tegas, mereka menapaki jejak korupsi dan pencucian uang, menyisir setiap aset yang diduga terkait dengan kejahatan tersebut. KPK terus menjadi penjaga keadilan, tak kenal lelah dalam memperjuangkan integritas negara.
Dalam langkah tegas, KPK berhasil menyita 91 kendaraan mewah yang sebagian atas nama pihak lain, termasuk kakak ipar Rita, Endri Erawan, manajer Timnas Indonesia. Ini adalah pukulan telak dalam perang mereka melawan korupsi.
Selain itu, tim penyidik KPK juga berhasil menyita 30 barang mewah berupa jam tangan, termasuk Rolex, Hublot Big Bang, Chopard Mille, dan Richard Mille. Langkah ini semakin menguatkan perang mereka melawan korupsi, memastikan bahwa tidak ada tempat untuk menyembunyikan kekayaan yang diperoleh secara tidak sah.
baca juga : KPK OTT Gubernur dan Pejabat Pemerintah Provinsi Maluku Utara
KPK lakukan penyitaan tersebut tentu dalam rangka upaya optimalisasi asset recovery untuk dikembalikan kepada negara yang diduga dari hasil kejahatan korupsi,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Kantornya, Jakarta, Kamis (6/6).
Kasus ini berawal dari era kepemimpinan KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo dan rekan-rekannya. Rita dan Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan pencucian uang pada Selasa, 16 Januari 2018. Langkah tersebut menjadi tonggak awal dalam proses penegakan hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh mereka.
Rita dan Khairudin diduga telah menerima fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa APBD selama masa jabatan Rita sebagai bupati. Kedua tersangka diduga menyamarkan gratifikasi senilai Rp436 miliar. Tindakan ini mencuat sebagai bukti nyata dari dugaan korupsi yang merugikan negara serta menjelma menjadi sebuah penghinaan terhadap kepercayaan masyarakat.
Rita dan Khairudin diduga menggunakan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli sejumlah kendaraan dengan menggunakan nama orang lain. Selain itu, mereka juga diduga memanfaatkan gratifikasi tersebut untuk membeli tanah dan menyimpan uang atas nama orang lain. Upaya menyembunyikan aset-aset ini menjadi strategi untuk merintangi penyelidikan dan menutupi jejak korupsi yang telah mereka lakukan.
baca juga : Rapat Paripurna DPR RI Resmi Sahkan RKUHP Jadi UU
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Tindakan mereka telah menghina keadilan dan keterbukaan, serta melanggar hukum yang telah ditetapkan untuk mencegah dan memberantas pencucian uang.
Sebelumnya, Rita dan Khairudin telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dalam kasus suap izin operasi perkebunan kelapa sawit dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Keputusan tersebut menjadi pukulan telak terhadap perilaku koruptif.
Rita terbukti menerima gratifikasi sejumlah Rp110.720.440.000 terkait perizinan proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Angka tersebut tidak hanya mencerminkan jumlah uang yang besar.
Rita melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan Khairudin, yang juga merupakan anggota Tim 11 pemenangan Rita. Khairudin divonis dengan pidana 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan. Putusan tersebut menegaskan bahwa kerjasama mereka dalam tindak pidana korupsi berujung pada hukuman yang setimpal, menjadi peringatan bagi siapa pun yang berniat melakukan pelanggaran serupa.
baca juga : Koalisi Petani Anti Korupsi Jawa Timur (Kapak Jatim) Beberkan Program Perhutanan Sosial
Khairudin, pada awalnya, merupakan anggota DPRD Kutai Kartanegara ketika Rita mencalonkan diri sebagai bupati untuk periode 2010-2015. Hubungan politik mereka menjadi titik awal dari keterlibatan bersama dalam kasus-kasus yang melibatkan tindak pidana korupsi.
Selain itu, Rita juga terlibat dalam kasus penerimaan suap sebesar Rp6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun. Suap tersebut terkait dengan pemberian izin lokasi perkebunan sawit, menambah catatan hitam atas tindak pidana korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.**
(sd)