Petani Padi

Penurunan terjadi setelah harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani atau di sisi hulu juga turun. (tangkapan layar).

LINTAS7NEWS – Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (PATAKA) telah merilis hasil survei terbaru yang menyoroti masalah serius dalam sektor pertanian Indonesia. Survei yang melibatkan 870 petani dan pedagang beras ini menunjukkan adanya selisih harga yang signifikan pada Gabah Kering Panen (GKP), yang berpotensi merugikan petani.

Ketua PATAKA, Ferry Sitompul, mengungkapkan bahwa selama periode Mei hingga September 2024, terdapat perbedaan harga sebesar Rp 250 per kilogram antara harga jual GKP di tingkat pengepul dan harga beli di tingkat penggilingan. “Selisih harga ini diduga disebabkan oleh kehadiran ‘preman giling’, pihak ketiga yang memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan dari petani,” jelas Ferry.

baca juga : Calon Anggota DPD RI Muhammad Trijanto Dampingi Puluhan Petani Datangi Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur.

Selain temuan tersebut, survei juga mencatat kenaikan harga beras premium. Harga beras premium naik dari Rp 14.199 per kg menjadi Rp 14.509 per kg, meskipun angka ini masih berada di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET). PATAKA menekankan bahwa pasokan beras premium lebih banyak ditemukan di pasar modern, yang membuat pengawasan harga oleh pemerintah lebih mudah.

Di sisi lain, harga beras medium menunjukkan stabilitas, namun tetap berada di atas HET. Rata-rata harga beras medium naik dari Rp 12.803/kg pada bulan Mei menjadi Rp 13.570/kg pada bulan September 2024. Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah seperti Beras SPHP belum efektif dalam menurunkan harga beras di pasaran.

Untuk beras curah, survei mencatat laju kenaikan harga tertinggi sebesar 1,20% per bulan, dengan harga berkisar antara Rp 12.648-13.285/kg. Harga ini relatif stabil dan mendekati HET.

Ferry juga menyoroti kondisi pertanian di lapangan. Sebagian besar sawah mengalami cukup air, tetapi ada sekitar 8-36% sawah yang masih menghadapi kekeringan akibat hujan yang tidak merata dan sistem irigasi yang belum terawat. Selain itu, serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) meningkat, menyebabkan penurunan produksi padi berkisar antara 14-20%.

baca juga : Ratusan Petani Gambar Bersama FPPM Hantam Perkebunan Gelap di Hadapan DPRD Kabupaten Blitar

Ketidakpastian dalam pasokan beras akibat faktor-faktor ini dapat menyebabkan lonjakan harga di pasaran. PATAKA mendesak agar petani dan pemerintah berkolaborasi untuk mencari solusi yang efektif dalam meningkatkan ketersediaan air dan mengendalikan serangan OPT. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan produksi padi dapat terjaga, sehingga harga beras tetap terjangkau bagi masyarakat.

Dalam menghadapi berbagai tantangan ini, tindakan yang tepat dan kolaborasi antara semua pemangku kepentingan sangat penting untuk memastikan ketahanan pangan di Indonesia.**

(sd)

Bagikan Melalui

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.