LINTAS7NEWS – Kecelakaan kereta di India menjadi kecelakaan terburuk selama lebih dari dua dekade terakhir.
Hingga kini jumlah korban kecelakaan Kereta Api di India dilaporkan terus meningkat mencapai 288 orang tewas.
Dinas Pemadam Kebakaran melalui data terakhir, menyampaikan tewasnya 288 orang dalam kecelakaan maut tersebut mengalami kenaikan dibanding data sebelumnya sejumlah 233 orang tewas.
Direktur Jenderal Dinas Pemadam Kebakaran Odisha Sudhanshu Sarangi menyebut terdapat ratusan korban lainnya yang mengalami luka akibat peristiwa tersebut.
“Banyak korban luka serius. Upaya penyelamatan masih berlangsung,” ucapnya (3/6).
Sementara, Kepala Sekretaris Negara Bagian Odisha, Pradeep Jena, mengatakan sekitar 850 orang terluka dan kini menjalani perawatan di rumah sakit.
Pejabat Kereta Api India mengatakan kegagalan sistem manajemen lintasan menjadi fokus utama dalam proses penyelidikan (4/6).
“Sistem interlocking merupakan sistem manajemen jalur yang dikendalikan menggunakan komputer dengan mengarahkan kereta ke jalur kosong di titik pertemuan dua jalur,” kata Sadeep Mathur, Direktur Eksekutif Utama Persinyalan.
Selain itu, sistem juga mengkoordinasikan dan mengontrol sinyal menuju kereta yang sedang beroperasi dengan menunjukkan kereta harus melaju lurus atau beralih pada jalur baru.
“Itu seharusnya anti rusak, anti kesalahan. Ini namanya sistem fail-safe, kalaupun gagal sinyalnya akan menyala merah dan kereta akan berhenti,” tutur Jaya Varma Sinha, anggota Dewan Perkeretaapian.
Dirinya menambahkan dugaan adanya masalah dalam sistem tersebut.
Kronologi kecelakaan di Stasiun Bhanaga distrik Balasore, Sinha mengatakan Coromandel Express menuju Chennai dari Kolkata keluar dari jalur utama, memasuki jalur melingkar – jalur samping yang digunakan untuk memarkir kereta – dengan kecepatan tinggi 128 km per jam dan menabrak kereta barang pembawa bijih besi yang sedang diparkir.
Tabrakan itu menyebabkan lokomotif dan empat atau lima gerbong pertama dari Coromandel Express keluar rel, terguling dan menabrak dua gerbong terakhir dari kereta Yeshwantpur Howrah yang menuju ke arah berlawanan di jalur utama kedua, katanya.
Sistem interlocking seharusnya tidak memungkinkan Coromandel Express mengambil jalur melingkar, kata Sinha.
Menurut dia, masinis Coromandel Express yang terluka mengatakan bahwa kereta berada dalam batas kecepatan dan tidak melanggar sinyal.
Keterangan masinis ini akan dikonfirmasi dengan sistem perekaman.
Sinha mengatakan ada banyak kemungkinan kesalahan yang mencakup penggalian di area yang dilalui kabel sistem elektronik dan merusaknya dalam proses, korsleting, dan kegagalan mesin.
“Sebesar 99,9% tidak ada kemungkinan mesin gagal tetapi ada kemungkinan gagal 0,1%. Kemungkinan itu selalu ada di semua jenis sistem,” katanya.
Dia tidak menyebutkan pemasok atau produsen serta usia dari sistem tersebut.
Namun, dirinya juga mengatakan sistem tersebut digunakan hampir di seluruh jaringan kereta api India.**(OAS)